sejujurnya kisah ini kuketik ulang karena sebelumnya aku posting kisahku tanpa ‘permisi’ terlebih dulu. Awalnya aku posting pada jam 11.00 siang. Namun setelah kupublikasikan, kisahku tiba-tiba hilang tak berbekas. Itu sebabnya aku harus mengulanginya dari awal setelah aku meminta ijin dari pihak yang bersangkutan dalam cerita ini (terlihat lebay, tapi percayalah memang demikian adanya)
====================================================================================================
Hpku berdering kala aku hampir menghabiskan jatah makan siangku di kantor. Tertera nama yang sangat kukenal disana. “Yup!” sahutku sambil berjalan menuju ruangan. “Chel, malam ini kamu nginap di rumahku ya. Ibuku hari ini menginap di rumah kakak, jadi aku sendirian di rumah. Mau yaaa… Please…” kata suara memelas di seberang sana. “kenapa kamu gak ikut sekalian, Rin? Besok kan sabtu. Emang kantormu ga tutup ya?” tanyaku bingung. “aku besok lembur, say. Dan kudu berangkat pagi-pagi banget. Sedangkan rumah kakakku di Bogor. Please…mau yaaaa… apa perlu aku mintakan ijin ke suami?” bujuk Rina, temanku dengan setengah memaksa. “gak perlulah. Nanti aku kesana setelah Maghrib deh.” Kataku menyanggupi.
Aku mengenal Rina sudah cukup lama. Kami sempat menjadi rekan kerja saat di Jakarta dulu. Rina merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Almarhum Ayahnya adalah mantan konsultan pajak yang cukup berjaya di masa itu. Ibunya berprofesi sebagai bidan. Maka tak heran rumah mereka dibangun sedemikian besar karena di bagian belakang dipergunakan untuk ruang bersalin. Aku pernah sekali berkunjung ke rumahnya. Terus terang aku sendiri merasa kurang nyaman berada di rumah itu pada siang hari. Dan sekarang aku harus menginap semalam disana! Benar-benar keputusan yang tepat!!
Kurogoh tasku untuk mencari HP setiba aku disana. Tak sampai semenit kulihat Rina menghambur keluar dengan membawa kunci pagar halaman belakang. Rina memang memintaku untuk datang melalui pintu belakang agar aku dapat leluasa memarkirkan motorku disana. “kok lama sih?” tanya-nya cemberut sambil membuka gerbang. “aku kan harus mandi-sholat-dan makan dulu, Ndorooo…” sahutku becanda. Rina hanya tersenyum kecut.
Kami memasukki ruangan dengan beberapa kamar dan kasur kecil di dalamnya.” Hmm…ini pasti ruang rawat inapnya” pikirku. Aku tercekat saat melihat sosok bayangan di tembok yang ada di hadapan kami saat itu. Sosok bayangan perempuan dengan rambut berantakan panjang sebahu seperti habis disasak, mengenakan rok selutut dengan kuku jari yang panjang. Bayangan itu begitu nyata terlihat olehku, padahal ruangan itu agak gelap. Lagipula bila dilihat dari posisi pantulan cahaya lampu seharusnya posisi bayangan berada di tembok sebelah kiriku, bukan di hadapanku. Aku hanya terdiam dan pura-pura menanggapi cerita temanku (sebenarnya aku sendiri gak menyimak apa yang dibicarakan Rina).
Malam itu aku merasa sangat kepanasan di kamar berukuran 4×5 meter tersebut. Padahal Rina telah memasang AC sampai 18 derajat celcius. Kupandangi Rina yang tertidur pulas, meringkuk dalam selimutnya yang tebal sampai sebatas leher. Sedangkan aku merasa kegerahan. Waktu menunjukkan hampir jam 12.30 malam. Kuhela napas panjang sambil melemparkan pandangan ke arah ventilasi kamar yang mengarah keluar. Aku tertegun saat melihat cahaya redup berwarna kuning. “apa itu? Kunang-kunang kah?” batinku keheranan. HUH! Bodohnya aku. Mana mungkin ada kunang-kunang di tengah kota besar seperti ini. Lagipula bentuk cahaya itu sedikit aneh dengan lingkar hitam yang bergerak ke kanan dan ke kiri di tengahnya. Aku penasaran dan berusaha untuk melihat lebih jelas. ASTAGA!! Ternyata itu sepasang mata. Bagaimana mungkin ada sepasang mata mengintip dari ventilasi kamar di lantai 2. Lagipula tak kulihat adanya bentuk kepala disana. Hanya sepasang mata saja! Dengan cepat kutarik selimut yang ada di kakiku sampai kepala. Oh Tuhan..kuharap ini hanya mimpi. Bila memang ini mimpi, tolong bangunkan aku sekarang! Pintaku dalam hati.
“mbaaakk….toloong sayaaa…mbaaak…” kudengar suara lirih dari balik selimutku. Tiba-tiba kurasakan udara sangat dingin menjalar dari arah kaki menuju ubun-ubun. “siapa?” tanyaku pelan tanpa beranjak sedikitpun. “mbaaaakkk….toollloooong mbaaaakk…” ujar suara misterius itu lagi. Pelan-pelan kubuka selimutku. Hampir aku berteriak saat kulihat kepala menyembul sebatas leher dari dalam selimut Rina. Sebuah kepala seorang wanita. Sepertinya masih di usia remaja, dengan rambut tipis yang agak basah, tatapan mata kosong, dan bibir pecah-pecah berwarna kebiruan. Wajah yang tak mungkin dapat dengan mudah kulupakan karena jarak kami hanya terpaut beberapa centimeter saja. “minta tolong apa?” ujarku terbata (antara shock dan kedinginan). “tolong cariin badan saya, mbaaaakkk…” pintanya memelas. Aku terkejut dan langsung membuka selimut yang menutupi kepala itu. Dan apa yang kulihat sempat membuatku tidak nafsu makan selama beberapa hari. Ternyata kepala itu buntung sampai sebatas leher. Bahkan dapat kulihat daging busuk dengan belatung yang merayap keluar dari leher itu. Aku langsung berlari menuju ke kamar mandi dan mengambil air wudhu lalu sholat.
Tak kulihat lagi sosok kepala buntung dan mata misterius dari balik ventilasi selesai aku sholat dan dzikir. Kupandangi Rina yang masih tertidur pulas. Dasar kebluk!! Rupanya dia mengundangku kemari supaya aku bisa jadi satpam pribadinya. alhasil malam itu aku sama sekali tidak bisa tidur. Yang kulakukan hanyalah memejamkan mata sambil mendengarkan mp3 dari Hpku sampai pagi menjelang. Kapok!! Kapok!!