Assalamu’alaikum Wr.Wb
Ini masih edisi jalan angker ke kampungku. Cerita ini kejadiannya udah sangat lama, waktu aku masih sekolah dasar. Buat akang teteh yang belum membaca jalan angker ke rumahku, bisa klik disini part 1 dan part 2. Sebenarnya tidak berhubungan c, tapi biar tahu ja gitu gang C kaya gimana.. hee
Ooo
Seperti yang pernah aku ceritakan, kalau ke kampungku kita harus melewati tanjakan gang C, perkampungan, persawahan, dan barulah sampai di kampungku. Nah, di ujung persawahan ini dulu ada sebuah pohon yang sangat besar dan tua, namanya pohon ‘sengon’. Pohon ini terkenal sangat angker. Banyak yang melihat penampakan atau pun hanya sekedar suara-suara aneh disana. Untunglah kalau ke rumahku tak perlu melewati pohon sengon itu, soalnya kalau rumahku ada di kampung kidulnya, sedangkan kalau melewati pohon sengon bagi yang rumahnya di kampung kalernya.
Namun walaupun tak melewati pohon itu, banyak juga warga yang diganggu. Biasanya gangguannya berupa suara tepukan tangan, atau suitan dari arah pohon sengon. Masyarakat percaya kalau kita sampai menengok atau meladeni godaan mereka maka kita akan dibawa oleh jin itu. Menurut orang pintar, di pohon sengon itu terdapat sebuah kerajaan jin. Sudah ada banyak warga yang meninggal, yang kata orang pintar sebenarnya dibawa oleh jin itu untuk dijadikan pengawal atau pembantu di kerajaannya. Entahlah benar atau tidak. Yang jelas aku sering diwanti-wanti jika ada suara-suara aneh atau tepukan atau suitan layaknya seperti beberapa pria di jalan menggoda, jangan diladeni, teruslah berjalan jangan menengok ke arah pohon itu atau asal datangnya suara tersebut.
Karena sudah banyaknya warga yang diganggu penghuni sana, dan ada beberapa warga meninggal secara tidak wajar, yang katanya dibawa oleh jin disana, masyarakat menjadi resah. Akhirnya berdasarkan musyawarah warga, diputuskan untuk menebang pohon tersebut. Singkat cerita dipanggillah orang pintar kesana. Namun sepertinya ilmu orang itu tidak bisa menandingi kehebatan ilmu jin tersebut. Tidak ada peralatan satu pun yang berhasil merobohkan pohon itu. bahkan dengan peralatan yang paling canggih pun kayu itu tak bisa terbelah, bahkan lecet pun tidak. Telah dicoba berbagai cara, namun tak ada yang berhasil satu pun. Akhirnya diputuskan untuk mengakhiri dulu penebangannya, dan dicoba lagi esok harinya.
Namun alangkah terkejutnya kami, ketika mendengar bahwa orang pintar dan orang lain yang membantu untuk menebang pohon tersebut semuanya sakit, dan beberapa hari kemudian meninggal. Warga percaya mereka dibawa oleh jin penunggu disana. Masyarakat pun semakin resah, namun sepertinya untuk Pak Omat (samaran) rasa marah lebih mendominasi dibanding rasa cemas dan takut.
Pak Omat dengan lantang berkata, “Ya udah kalau gitu kita bakar ja tuh pohon, biar gak ada korban lagi.” Pak Omat mengatakan dengan emosional kepada warga sekitar. Ketika ia pulang ke rumahnya, Pak Omat tiba-tiba saja sakit, dan beliau merasakan rasa panas yang teramat sangat di sekujur tubuhnya.
“Panas, panas banget ini.” Itu yang dikatakan Pak Omat berkali-kali. Pak Omat pun seharian berendam di air namun ia masih merasakan panas yang teramat sangat. Bahkan semakin lama rasa panasnya semakin parah, seperti orang yang dibakar. Pak Omat kejang-kejang sambil terus berteriak, “Panas, panas, padamkan apinya.” Itulah yang Pak Omat katakan, padahal tak ada api di dekatnya.
Keluarga yang cemas pun berinisiatif memanggil orang pintar. Orang pintar itu mengatakan penyakit Pak Omat akibat ulah jin penunggu pohon sengon, karena Pak Omat mengatakan untuk membakar pohon tersebut, hingga ia lah yang merasakan rasa panas terbakar. Orang pintar itu mencoba untuk membantunya, namun sepertinya jin-jin disana sangat sakti mandraguna. Orang pintar itu pun kalah dan minta maaf karena sudah tak sanggup lagi. Banyak orang pintar yang dibawakan namun tak ada satu pun yang berhasil mengalahkan jin itu, hingga akhirnya Pak Omat menghembuskan nafas terakhirnya, masih dalam keadaan panas terbakar.
“Panas, panas padamkan apinya. Tolong aku minta maaf. Padamkan apinya tolong.” Itulah yang Pak Omat katakan untuk terakhir kalinya.
Kematian Pak Omat menjadikan warga semakin resah. Tak ada satu pun warga yang berani bicara macam-macam. Namun kami juga ingin terlepas dari gangguan pohon itu. Akhirnya diputuskan untuk mendatangkan lagi orang pintar, sebut Pak Zadi, untuk menebang pohon tersebut. Namun kali ini tak ada warga yang berani membantu menebang pohon itu. Akhirnya Pak Zadi sendirian mencoba menebang pohon tersebut, dengan disaksikan warga dari jarak agak jauh.
Saat pohon itu dikapak, tidak seperti yang pertama, kayunya sekarang bisa somplak sedikit. Namun alangkah terkejutnya kami karena ternyata yang keluar dari pohon tersebut adalah darah, bukannya getah seperti pohon lainnya. Namun Pak Zaid tak takut, ia terus mencoba menebang sampai akhirnya ia merasakan nyeri yang amat sangat hingga ia roboh. Warga pun segera membawa Pak Zaid. Pak Zaid sakit berhari-hari, tapi untunglah ia masih dilindungi dan ditolong oleh Yang Kuasa, sehingga ia bisa sembuh kembali. Namun Pak Zaid mengatakan ia tak sanggup lagi menebang pohon itu.
Semenjak itu tak ada satu pun orang yang berani menebang pohon sengon. Warga semakin resah, takut jin itu menginginkan kembali korban. Banyak warga yang tak berani berkata sembarangan, bahkan melewati pohon itu pun tak berani, lebih baik jalan muter dulu ke kampung kidul. Namun masih ada warga yang berani melewati pohon itu walaupun setelah peristiwa-peristiwa yang terjadi, salah satunya bi Dati (samaran). Bi Dati ini adalah salah satu saudara Pak Omat.
Saat itu bi Dati melewati pohon sengon. Tentu saja keadaannya sangat sepi, namun Alhamdulillah tak ada kejadian ganjil terjadi. Namun sesampainya di rumah, bi Dati tiba-tiba merasa tak enak badan, hingga akhirnya bi Dati sakit tak bisa bangun. Bi Dati terus terbaring di tempat tidurnya. Saat sakit itu bi Dati bermimpi.
Di mimpi itu Bi Dati mendatangi sebuah tempat yang asing. Dari kejauhan ia melihat sebuah istana yang sangat besar dengan pintu gerbangnya yang menjulang tinggi. Bi Dati mendekati istana itu perlahan-lahan. Saat sampai di depan pintu gerbang, ia terkejut melihat Pak Omat, saudaranya yang meninggal beberapa bulan lalu, sedang menjaga pintu gerbang itu.
“Wa Omat?”
Pak Omat pun menengok dan segera bertatapan dengan Bi Dati. Dari sorot matanya bi Dati tahu Pak Omat terkejut. “Bi Dati sedang apa disini?” itulah yang ditanyakan Pak Omat kala itu, dengan suara dan raut muka khawatir dan cemas.
“Wa Omat sendiri lagi ngapain? Bukannya uwa udah meninggal?” Bi Dati malah balik bertanya.
Pak Omat tidak menjawab, malah mengatakan, “Cepat pergi dari sini, sebelum mereka tahu.” Pak Omat berkata dengan tergesa sambil menengok ke arah belakang, seperti memastikan tak ada siapa-siapa.
“Tapi ini dimana?”
“Cepat, pergi dari sini.” Pak Omat mengatakan lebih mendesak. “Disini tidak enak, cape. Cepat pergi.”
“Tapi lewat mana? Aku gak tahu jalan pulang.”
“Jalan saja lurus, kalau ada percabangan pilih jalan sebelah kanan. Cepat pergi!” Pak Omat berkata semakin mendesak.
Dengan melirik terakhir kalinya ke arah Pak Omat, bi Dati pun mematuhi perintah Pak Omat dan tergesa-gesa menjauh dari tempat itu. Ia memilih jalan yang diperintahkan Pak Omat. Dan sampai di sebuah tempat yang sangat terang, lalu ia pun menemukan dirinya di kamarnya sedang dikerumuni oleh keluarganya.
Melihat Bi Dati yang sadar, keluarga menangis bahagia. Keluarga mengatakan kalau bi Dati telah beberapa hari ini tak sadarkan diri, dan tak ada orang pintar yang sanggup menolong Bi Dati. Bi Dati kaget mendengarnya. Ia pun segera bercerita tentang Pak Omat yang ia temui di sebuah istana yang sangat besar, sedang menjaga pintu gerbang. Banyak yang percaya, Pak Omat dibawa oleh jin dari pohon sengon untuk dijadikan penjaga pintu gerbang di kerajaannya. Mungkin jika Allah tidak melindungi dan menolong Bi Dati, Bi Dati pun bisa bernasib sama dengan Pak Omat. Wallahu’alam.
Dari situ jelaslah warga semakin cemas, karena mungkin saja kerajaan itu masih menginginkan korban untuk dijadikan pembantu di kerajaannya. Untunglah saat itu ada seorang kyai dari jauh, mendengar berita itu. Pak Kyai itu dengan niat menolong datang ke kampung kami. Kami pun dengan senaang hati dan antusias menyambutnya.
Singkat cerita Pak Kyai menyuruh kami sekampung untuk berdoa. Setelah itu dengan berdoa terlebih dulu Pak Kyai pun menebang pohon tersebut. Alhamdulillah sekarang pohon itu berhasil ditebang dan tak ada apa-apa yang terjadi.
Kata Pak Kyai jin-jin itu telah dipindahkan ke suatu tempat. Memang jin itu menolak dan menantang pak Kyai bertarung, namun Alhamdulillah Pak Kyai berhasil mengalahkan jin itu, hingga akhirnya mereka bersedia untuk dipindahkan. Sekarang pohon itu sudah tak ada, bahkan dekat bekas pohon sengon itu sekarang telah dibangun rumah penduduk.
Ooo
Ok, itu adalah salah satu cerita nyata di kampungku. Dulu juga ketika masih ada pohon sengon, saat teteh pulang malam sering ada suara suit-suit, dan tepukan tangan seperti mengajak teteh. Namun karena telah diwanti-wanti oleh ummi, teteh pun gak berani menengok.
Namun walaupun pohon sengon itu sudah gak ada, tetap aja melewati jalan itu masih lumayan angker, karena disitu ada air terjun kecil, tapi karena ada rumah gak terlalu seram dibanding dulu. Kalau aku sih memang jarang lewat sana, soalnya kalau ke rumahku yang di kampung kidul, lewatnya pemakaman. Tapi lewat jalan ini lebih seram, karena banyak yang melihat penampakan di pemakaman sana. Hemm.. akhirnya kalau udah malam aku gak berani deh lewat gang C, lebih baik naik ojeg ja. Walaupun jalan yang dilewati ojeg itu masih terkenal angker, setidaknya kan ngacir pake motor, kalau jalan sendiri lama. *loh kok jadi curhat*
Makasih buat akang teteh yang udah nyempetin baca
Maaf kalau tulisannya acak-acakan, kurang lebihnya mohon dimaafkan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb